Kramat Tunggak: Dari Lokalisasi Jadi Islamic Center, Kini Heboh Jadi Judul Film Siskaeee dan Virly Virginia

Progres Kepahiang
kramat tunggak
Kramat Tunggak

PROGRES.ID – Kramat Tunggak sedang menjadi perbincangan hangat di internet, baik di media sosial maupun dalam hasil penelusuran mesin pencari. Popularitas “Kramat Tunggak” meningkat karena ada pengungkapan dari rumah produksi film Indonesia yang menghasilkan film p*rnografi.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kramat Tunggak?

Sejarah Lokalisasi Kramat Tunggak: Dari Rehabilitasi Sosial Hingga Penutupan

Kramat Tunggak, seperti yang tercatat dalam Wikipedia, dulunya adalah sebuah lokalisasi. Lokalisasi ini memiliki sejarah yang unik yang dimulai dengan peresmian Lokasi Rehabilitasi Sosial (Lokres) Kramat Tunggak oleh Ali Sadikin.

Nama “Kramat Tunggak” berasal dari lokasinya, Kramat Jaya, dengan tambahan “Tunggak” yang mengacu pada pohon yang dipotong untuk dijadikan tambatan oleh nelayan. Panti ini didirikan dengan tujuan untuk membimbing dan memulihkan para pekerja seks di Jakarta, terutama yang dipindahkan dari Pasar Senen, Kramat, dan Pejompongan.

Lokasi Rehabilitasi Sosial Kramat Tunggak terletak di Jalan Kramat Jaya RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara. Area ini meliputi lahan seluas 109.435 m2 yang terbagi menjadi sembilan Rukun Tetangga.

Namun, dengan ironisnya, beberapa mucikari justru memanfaatkan lokasi ini untuk menggoda para pekerja seks agar kembali ke pekerjaan mereka yang semula, yang menyebabkan munculnya rumah-rumah prostitusi di sekitar panti.

Tempat ini akhirnya dikenal sebagai tempat pelacuran. Pada tanggal 27 April 1970, tempat ini resmi ditetapkan sebagai lokalisasi melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 yang ditandatangani oleh Ali Sadikin. Dengan demikian, tempat ini menjadi salah satu lokalisasi prostitusi yang sebelumnya tersebar di berbagai tempat, seperti Bina Ria dan Volker, yang berlokasi di sepanjang jalur rel kereta api di kawasan Ancol, Jakarta Utara.

Pada awal pembukaan lokalisasi Kramat Tunggak, terdapat sekitar 300 pekerja seks dan 76 mucikari. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah mereka terus bertambah, dan pada tahun 1980-1990, jumlah pekerja seks mencapai lebih dari 2.000 orang yang dikelola oleh sekitar 258 mucikari. Lokalisasi ini juga menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 700 pembantu pengasuh, sekitar 800 pedagang asongan, dan 155 tukang ojek. Selain itu, ada juga tukang cuci dan pemilik warung makanan yang bertebaran di sekitarnya. Luas lahan lokalisasi terus berkembang hingga mencapai 12 hektar, menjadikannya lokalisasi terbesar di Asia Tenggara.