Dua Abad Disimpan di Belanda, Prasasti Damalung Diharap Dapat Dikembalikan ke Indonesia

prasasti damalung
Foto: Historia.id

KEPAHIANG.PROGRES.ID – Sejarawan Bonnie Triyana baru-baru ini membangkitkan perhatian publik dengan cuitannya tentang Prasasti Damalung, sebuah peninggalan sejarah yang saat ini tersimpan di sebuah museum di Belanda.

Melalui akun X (Twitter)-nya, @bonnietriyana, Bonnie mengungkapkan kisah menarik tentang prasasti yang pernah ditemukan di Desa Ngaduman, Kabupaten Semarang, namun kini jauh dari tanah asalnya.

Kabar ini disambut dengan antusiasme oleh Purwanto, seorang tokoh pemuda dari Dusun Ngaduman, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Menurut Purwanto, Prasasti Damalung sudah lama tidak terdengar kabarnya di lingkungan mereka, bahkan hampir terlupakan.

“Cerita tentang Prasasti Damalung nyaris tenggelam dan bahkan hampir tidak pernah terdengar lagi di lingkungan Dusun Ngaduman, yang disebut lokasi awal ditemukan prasasti tersebut,” ujarnya saat dihubungi pada Minggu (11/8/2024), dinukil dari Kompas.com.

Purwanto mengakui bahwa warga Dusun Ngaduman belum pernah melihat prasasti tersebut secara langsung. Informasi tentang prasasti ini hanya didapatkan secara terbatas melalui potongan-potongan kabar di media sosial.

“Informasi soal prasasti tersebut sangat minim, cuma kami ketahui melalui info sepotong-potong di media sosial,” tambahnya.

Purwanto juga pernah mencoba mencari informasi lebih lanjut dari para sesepuh di desanya, namun sayangnya, banyak yang tidak tahu tentang keberadaan prasasti ini.

Baginya, Prasasti Damalung bukan hanya sekadar artefak sejarah, tetapi juga merupakan bukti nyata peradaban kuno yang pernah berkembang di Indonesia, khususnya di lereng Gunung Merbabu.

“Prasasti Damalung bukan sekadar benda cagar budaya yang bernilai sejarah, tapi sekaligus juga menjadi salah satu bukti peradaban kuno yang pernah ada dan berkembang di Indonesia, khususnya di lereng Gunung Merbabu,” ungkapnya.

Bagi masyarakat Ngaduman, Prasasti Damalung juga merupakan simbol kearifan lokal dan kebudayaan yang pernah ada di daerah mereka. Namun, Purwanto merasa kecewa karena benda bersejarah tersebut tersimpan jauh di luar negeri dan tidak bisa dilihat serta dijaga oleh masyarakat lokal.

“Jujur, ingin sekali saya bisa melihat prasasti itu ada di sini sehingga bisa ikut merawat, menjaga, dan memahami setiap goresan yang terpahat pada Prasasti Damalung tersebut,” ungkapnya.

Purwanto juga menambahkan bahwa Damalung adalah nama kuno dari Gunung Merbabu, yang masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Sebagai bentuk penghormatan, mereka mendirikan komunitas petani kopi yang dinamai “Kopi Damalung,” untuk menjaga warisan alam dan budaya ini tetap hidup.

“Damalung atau Merbabu telah memberi alam dan sumber daya yang berlimpah, karena itu kami selalu bersyukur,” jelas Purwanto.

“Sebagai manusia yang hidup dan diberikan kehidupan oleh Sang Maha Pencipta melalui Gunung Damalung, sudah semestinya mensyukuri dan harus ikut menjaga dan merawatnya sebaik mungkin.”

Bonnie Triyana, dalam cuitannya, mengungkapkan bahwa Prasasti Damalung telah tersimpan di Belanda selama dua abad, setelah ditemukan di Desa Ngaduman pada tahun 1824. Prasasti ini memiliki nilai penting bagi peradaban Indonesia karena diciptakan oleh kalangan intelektual pada era Hindu-Budha sekitar tahun 1449 Masehi.

Bonnie pertama kali mendengar kisah prasasti ini pada awal tahun 2023, ketika ia bersama akademisi Saras Dewi diundang untuk berbicara di Salatiga. Dari informasi itu, upaya pelacakan keberadaan prasasti dilakukan oleh Pim Westerkamp, sejarawan dan kurator senior Museum Volkenkunde, Leiden.

Pada kunjungannya baru-baru ini ke gudang museum di kota kecil s-Gravenzande, Belanda, Bonnie merasa bahagia bisa melihat langsung benda bersejarah yang telah lama dicari oleh para ahli purbakala Indonesia.

Menurutnya, para pakar di Tim Repatriasi Indonesia, termasuk Junus Satrio Atmodjo, Ninie Susanti, dan Irmawati Marwoto, sangat mendukung pengembalian Prasasti Damalung ke Indonesia.

Cerita ini tidak hanya menggugah semangat untuk melestarikan sejarah, tetapi juga membuka jalan bagi upaya repatriasi artefak penting yang telah lama hilang dari negeri asalnya. Masyarakat Ngaduman dan seluruh Indonesia kini berharap agar Prasasti Damalung dapat kembali ke tempat asalnya, sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dijaga bersama.

Exit mobile version