Kisah Nyata Leon Crane Bertahan Hidup di Belantara Alaska Usai Pesawatnya Jatuh

ilustrasi pria menemukan pondok
Ilustrasi (Progres Kepahiang)

KEPAHIANG.PROGRES.ID – Di ketinggian langit Alaska, mendekati Lingkar Arktika, Harold Hoskin (28 tahun) dan kopilotnya, Leon Crane (23 tahun), terbang melintasi Sungai Tanana. Pesawat mereka, Iceberg Inez, berjuang melawan cuaca ekstrem. Tiba-tiba, situasi menjadi genting.

Dalam kepanikan, Leon meraih parasut. Tanpa sempat berpikir panjang, dia melompat keluar dari pesawat. Terjun bebas di tengah udara yang menggigit, Leon menyaksikan Iceberg Inez berputar liar sebelum menabrak pegunungan.

Hati Leon berdegup kencang saat parasutnya mengembang, dan ia mendarat di atas salju, sekitar dua mil dari lokasi jatuhnya pesawat.

Saat kakinya menyentuh tanah, Leon berteriak memanggil rekan-rekannya. Suara gemanya lenyap dalam kesunyian es. Udara yang membeku dengan suhu -60°F memaksanya untuk segera bertindak. Mengumpulkan ranting, ia membuat api unggun untuk bertahan dari dingin yang menggigit.

Namun, rasa panik membuatnya menyadari bahwa tinggal di tempat bukanlah pilihan. Sungai Tanana, pikirnya, pasti mengalir ke suatu tempat yang lebih aman.

Sebelum berangkat, Leon berteriak sekali lagi, berharap mendengar suara teman-temannya. Hasilnya tetap nihil.

Rasa lapar semakin menyiksa. Dalam suhu ekstrem seperti itu, Leon membutuhkan lebih dari 5.000 kalori per hari hanya untuk bertahan hidup. Dia mencoba berburu, namun keterampilan berburu bukanlah keahliannya.

Hari berganti hari, hingga akhirnya Leon melihat sesuatu yang menyelamatkan harapannya: sebuah pondok yang setengah tertutup salju. Kebahagiaan yang meluap-luap menyelimuti dirinya saat ia berlari menuju pondok tersebut. Namun, pondok itu kosong.

Di dalam pondok, Leon menemukan tempat tidur di pojok dan sebuah meja di tengah ruangan. Di atas meja, ada karung goni berisi berbagai barang. Dengan tangan yang gemetar, ia mengeluarkan pisau dan mulai membuka semuanya, berharap menemukan sesuatu yang berguna.

Dalam perjalanan kembali, Leon tersesat. Berjalan selama berjam-jam tanpa menemukan arah, ia terjebak dalam keputusasaan. Tidak ada jejak kaki di atas es untuk memandunya kembali.

Hari demi hari berlalu, dan Leon terus berjuang melawan kerasnya alam. Pada tanggal 10 Maret, sebuah jalan setapak muncul di depannya. Dia mengikutinya hingga sampai di sungai. Di seberang sungai es itu, dia melihat pondok lain, dan kali ini tidak kosong.

Seorang pria di dalam pondok itu menyambut Leon dan membawanya masuk. Setelah 81 hari berjuang sendiri, ini pertama kalinya Leon bertemu manusia lain.

Pesawat pengangkut surat kemudian menjemput Leon dari lokasi tersebut dan membawanya ke Ladd Field. Di sana, Leon bertemu seorang perawat, yang kemudian menjadi cinta dalam hidupnya. Mereka menikah dan dikaruniai enam anak, sebuah akhir yang bahagia dari kisah bertahan hidup yang heroik.


Exit mobile version