Berita  

Konflik Israel-Hamas: Puluhan Jurnalis Tewas Saat Liputan

Redaksi Progres
Jurnalis Tewas Dalam Serangan Israel ke Gaza/istimewa

KEPAHIANG.PROGRES.ID– Alessandra Galloni, Pemimpin Redaksi Reuters, mengungkapkan penghargaan yang mendalam terhadap jurnalis video Issam Abdallah yang gugur pada 13 Oktober saat sedang merekam baku tembak di perbatasan antara tentara Israel dan kelompok militan Hezbollah di Lebanon.

“Dia hanya sedang melakukan pekerjaannya ketika terbunuh. Membuat laporan terkait berbagai peristiwa dunia dengan akurasi, integritas, independensi dan bebas dari bias, adalah inti dari apa yang kami perjuangkan di Reuters.”

Peluru yang melukai Abdallah dan mengakibatkannya meninggal, seperti yang dilaporkan, berasal dari Israel dan juga melukai enam jurnalis lainnya. Galloni menekankan perlunya Israel untuk bersikap transparan dalam penyelidikan insiden ini, dan dia menyoroti pentingnya peran media dalam memberikan liputan mengenai perang.

“Dan sangat penting bagi jurnalis kita untuk bisa melakukan itu secara aman,” tambahnya dikutip dari VOA Indonesia.

Keamanan merupakan hal utama yang dipertimbangkan oleh redaksi saat mengirim tim peliputan ke Israel dan Gaza.

Selama pekan pertama konflik tersebut, sedikitnya 15 jurnalis, termasuk Abdallah, telah kehilangan nyawa, menurut Komite untuk Perlindungan Jurnalis.

Banyak jurnalis lainnya terluka atau terhalang dalam menjalankan tugas mereka, menjadikan pekan pertama konflik ini yang paling mematikan bagi jurnalis, menurut UNESCO.

Namun, kehadiran media di lapangan selama konflik tersebut sangat penting. Rachel Oswald dari National Press Club mengatakan,

“Memiliki jurnalis yang dapat berada di lokasi untuk merekam berbagai peristiwa sangat penting untuk memahami apa yang terjadi dan untuk menegakkan akuntabilitas, terutama dalam kasus keterlibatan warga sipil.”

Oswald juga menekankan pentingnya jurnalis memberikan liputan yang diverifikasi dan berdasarkan fakta dalam menghadapi konflik Israel dan Hamas, mengingat upaya berbagai pihak dalam konflik untuk memanipulasi informasi.

“Memiliki jurnalis yang bisa berada di lokasi untuk merekam berbagai peristiwa, sangat penting untuk memahami apa yang sedang terjadi dan agar ada akuntabilitas di sana, terutama karena jumlah warga sipil yang terlibat.”

“Kita melihat semua pihak yang terlibat di dalam konflik mencoba untuk mendominasi layar informasi dengan kebohongan, dengan misinformasi, dengan gambar-gambar yang dimanipulasi. Jurnalis ada di sana untuk mengatakan bahwa apa yang menjadi fakta adalah penting.”ujarnya.

Yayasan James W Foley Legacy, yang berfokus pada keselamatan jurnalis dan warga negara Amerika Serikat yang salah ditahan di luar negeri, telah membentuk gugus tugas kurikulum keselamatan jurnalis untuk melatih dan mendukung generasi jurnalis masa depan.

Kunci dari pelatihan ini adalah perencanaan dan persiapan untuk meliput situasi berbahaya. Hal ini melibatkan sumber daya manusia yang memahami wilayah tersebut di dalam tim dan berkoordinasi dengan editor di ruang redaksi. Spesialis keselamatan juga menekankan pentingnya memiliki rencana evakuasi yang jelas jika situasi menjadi terlalu berbahaya.

“Jika seseorang berada dalam situasi berbahaya di suatu tempat, mereka memiliki pemahaman dengan segera, gambaran terbaik tentang apa yang sedang terjadi. Jadi, itu tidak bergantung pada saya untuk mengatakan, baiklah, ini yang harus kamu lakukan. Itu semua terserah kepada reporter untuk membuat keputusan, mematuhinya. Dan memberi tahukannya kepada kami.”katanya seperti dilansir dari VOA indonesia.

Dengan terus meningkatnya jumlah warga sipil yang terluka dan tewas dalam konflik Israel-Hamas, serta semakin banyaknya jurnalis yang meliput perang, keselamatan merupakan aspek kunci dalam perencanaan di ruang redaksi.