Berita  

Menteri Luar Negeri RI: OKI Harus Segera Bertindak untuk Palestina

Redaksi Progres
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi /istimewa

KEPAHIANG.PROGRES.ID– Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, telah mengingatkan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tentang tujuan awal pembentukan organisasi ini, yaitu “membebaskan bangsa Palestina.”

Ia menekankan bahwa saatnya bagi OKI untuk bertindak dan bergerak bersama dalam mengatasi situasi konflik yang semakin memburuk di wilayah Gaza.

“sekarang waktunya bagi OKI untuk bertindak, dan kita harus bertindak bersama-sama.” tegas Menlu RI, dilansir Voa Indonesia.

Retno Marsudi mengungkapkan pandangannya melalui pesan video yang dikirimkan kepada media setelah tiba di Jeddah,Rabu (18/10), dalam rangka menghadiri KTT luar biasa tingkat menteri luar negeri OKI.

Pertemuan ini dilakukan untuk membahas perkembangan terkini dalam konflik antara Israel dan Palestina, yang semakin meruncing setelah terjadinya ledakan besar di sebuah rumah sakit di Gaza.

Dalam pesannya, Menlu Retno mengecam keras serangan terhadap warga sipil di Gaza yang dinilainya sebagai yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia juga menyoroti permintaan Israel untuk mengosongkan 22 rumah sakit di Gaza sebagai tindakan yang tidak manusiawi dan melanggar hukum humaniter internasional.

Indonesia mendesak OKI untuk mengirim pesan yang kuat dan mengumpulkan dukungan internasional untuk mengatasi situasi krisis di Gaza.

Indonesia menekankan tiga poin utama dalam forum OKI ini, yaitu menghentikan kekerasan secepatnya, memastikan kelancaran dan keselamatan pengiriman bantuan kemanusiaan, dan mengatasi akar konflik.

Retno Marsudi juga mencela Dewan Keamanan PBB yang dianggapnya tidak mampu menjalankan fungsinya dan mendorong OKI untuk menggelar sidang darurat Majelis Umum PBB.

Menurutnya, upaya pengiriman bantuan kemanusiaan harus dikoordinasikan dengan pembentukan koridor kemanusiaan di Gaza yang mematuhi hukum humaniter internasional. Selain itu, Retno menegaskan urgensi melanjutkan proses perdamaian sebagai satu-satunya jalan keluar dalam konflik ini.

“Upaya apapun yang mengarah kepada pengusiran penduduk di Gaza harus ditolak,” tegasnya.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Faisal bin Farhan, juga menekankan pentingnya pembentukan koridor kemanusiaan untuk membantu pengiriman bantuan dan pertolongan medis ke Gaza.

“Kami menekankan menekankan perlunya upaya serius dan bersama untuk meringankan situasi kemanusiaan dan menghentikan penderitaan di Gaza dengan meminta evakuasi korban yang terluka, dan menciptakan koridor kemanusiaan yang memungkinkan pengiriman bantuan dan pertolongan medis.”ungkapnya.

Presiden Amerika, Joe Biden, yang baru saja melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza yang ditujukan bagi warga sipil. Namun, bantuan ini akan diperiksa terlebih dahulu sebelum diberikan.

“Warga Gaza membutuhkan makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal. Hari ini, saya meminta kabinet Israel, yang saya temui pagi ini untuk menyetujui pengiriman bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa bagi warga sipil di Gaza berdasarkan pemahaman bahwa akan ada inspeksi, bahwa bantuan tersebut harus diberikan kepada warga sipil, bukan kepada Hamas. Israel setuju bantuan kemanusiaan dapat mulai bergerak dari Mesir ke Gaza,” ujarnya.

Biden menekankan bahwa bantuan harus diberikan kepada warga sipil, bukan kepada Hamas. Ia juga mengancam akan menghentikan bantuan jika Hamas mencuri atau mengalihkan bantuan tersebut.

“Jika Hamas mengalihkan atau mencuri bantuan tersebut, hal itu akan sekali lagi menunjukkan bahwa mereka (Hamas.red) tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan rakyat Palestina. Dan masuknya bantuan kemanusiaan itu akan langsung dihentikan. Saya akan menghentikan komunitas internasional untuk memberikan bantuan ini.”tambahnya.

Pertemuan Biden dengan Netanyahu bertujuan untuk menegaskan dukungan kuat Amerika terhadap Israel setelah serangan Hamas pada awal Oktober. Jumlah korban dalam konflik ini terus meningkat, dengan sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.