Sudah 14 Kasus Cacar Monyet, Kemenkes Siapkan 1000 Vaksin Mpox

Progres Kepahiang
vaksin mpox
Vaksin Mpox (Istimewa)

KEPAHIANG.PROGRES.ID – Hingga tanggal 26 Oktober 2023, Indonesia telah mengkonfirmasi 14 kasus Mpox. Sebagian besar dari kasus ini melibatkan laki-laki yang terlibat dalam perilaku seks dengan sejenis.

Dr. Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, mengungkapkan bahwa selain 14 kasus konfirmasi, terdapat 2 kasus probable (yang memiliki gejala dan kontak dengan orang positif Mpox tetapi sudah sembuh) dan 9 kasus suspek (yang memiliki gejala dan menunggu hasil sampel).

“Kasus kita ada 14 total sampai hari ini. Setiap hari rata-rata nambah 2 sampai 3 kasus. Di Indonesia melaporkan kasus Mpox pertama kali pada 20 Agustus 2022 sebanyak 1 kasus, kemudian pada 13 Oktober 2023 Indonesia kembali melaporkan kasus Mpox,” ujar Dr. Maxi dalam konferensi pers mengenai perkembangan kasus Mpox, Kamis (26/10) di Jakarta, dikutip dari situs Sehatnegeriku.kemkes.go.id.

Dari 14 kasus konfirmasi, sebagian besar berusia antara 25-29 tahun (64%), sementara sisanya berusia 30-39 tahun (36%). Semua pasien konfirmasi adalah laki-laki dan tertular melalui perilaku seks berisiko.

Dari 14 kasus konfirmasi tersebut, 12 di antaranya dilaporkan berasal dari DKI Jakarta, sementara 2 kasus berasal dari Tangerang. Dari 12 kasus di DKI Jakarta, 11 merupakan laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis, 1 biseksual, dan 1 heteroseksual. Selain itu, 12 dari pasien ini juga menderita ODHIV, dan 5 pasien lainnya memiliki penyakit Sifilis.

Sebagian besar pasien (13 dari 14) mengalami gejala, sementara 1 pasien tidak mengalami gejala. Gejala yang umum termasuk lesi pada kulit (ruam merah, krusta, bernanah) disertai demam atau pembengkakan kelenjar, terutama di bagian paha. Gejala lainnya meliputi sakit menelan, nyeri tenggorokan, sakit otot, menggigil, badan sakit, kelelahan, mual, dan bahkan diare.

Dr. Maxi menjelaskan bahwa gejala-gejala tersebut umumnya terkait dengan penderita Mpox. Yang membedakannya dari cacar air adalah adanya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening.

Dr. Prasetyadi Mawardi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menyatakan bahwa Mpox berhubungan erat dengan perilaku dan sebagian besar terjadi pada kelompok yang berisiko, khususnya dalam konteks komunitas tertentu. Dari 14 kasus yang terjadi, semuanya terkait dengan perilaku seksual.

Untuk mengatasi penyebaran Mpox, Kementerian Kesehatan RI memperkuat upaya surveilans di seluruh fasilitas kesehatan. Mereka juga bekerja sama dengan komunitas dan relawan untuk mendeteksi kasus, terutama dalam mencari kontak erat.

Sejumlah laboratorium, termasuk Balai Besar Laboratorium Kesehatan Kementerian Kesehatan, memiliki kemampuan untuk memeriksa Mpox, dan Kementerian tinggal mendistribusikan reagennya. Mereka juga sedang menunggu hasil whole genome sequencing untuk menentukan jenis varian dari Mpox.

Upaya pencegahan mencakup vaksinasi, dengan stok vaksin yang telah disiapkan sejak akhir tahun lalu. Saat ini, tersedia 1000 dosis vaksin untuk 477 orang dengan pemberian 2 dosis dengan rentang 4 minggu. Vaksinasi diprioritaskan untuk kontak erat dengan penderita Mpox dan ODHIV.

Dr. Robert Sinto dari Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia menjelaskan bahwa penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa tidak semua pasien Mpox memerlukan antivirus, hanya sekelompok kecil pasien yang menggunakannya, terutama mereka dengan gejala berat atau yang sudah sakit parah.

“Data dari 14 orang yang sudah positif saat ini, kami pantau semuanya belum dalam keadaan membutuhkan antivirus tersebut. Vaksinasi juga bisa dilakukan sebagai pencegahan pasca pajanan,” kata Dr. Sinto.