Kolom  

Jurang Polarisasi dan Media Syetan

nazwar s
Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.

Eksistensi media berperan dalam membentuk persepsi masyarakat. Peran baik dalam membentuk persepsi akan berpengaruh pada masyarakat yang baik pula, namun juga dapat sebaliknya. Masyarakat berada dalam pola-pola menjadi kian sedemikian rupa dengan usaha sengaja sebagian pihak yang sebut istilah menjerumuskan ke dalam bagian yang terpisah-pisah.

Tidak dalam pengertian hipokrit, tidak juga melampaui itu, namun sikap menjadi syetan jelas bukan bagian dari bentuk ketaqwaan atau berusaha taat dengan menjalankan perintah Allah dan menjauihi laranganNya. Pilihan sikap meniti langkah-langkah syetan telah nyata keberadaannya (“being”) tidak sebatas esensi atau sebut istilah yang kini kian populer dengan entitas namun secara eksistensi dengan bentuk kenakalan-kenakalan, sikap “menjengkelkan” juga menjaga “jurang” agar senantiasa menganga.

Usaha menciptakan polarisasi oleh sebagian kalangan, yaitu manusia-manusia yang berusaha memanfaatkannya dan menjadikan sebagai celah meraup keuntungan baik keindahan dunia, kemegahan atau sekedar kenikmatan sesaat belaka. Indentik dengan usaha syetan, menjerumuskan manusia ke jurang polarisasi sebagai bentuk kelemahannya dan menunjukkan ketidak berdayaannya melawan setiap keagungan.

Waspada polarisasi sebagai jurang adalah usaha menyadarkan kondisi atau realitas sesungguhnya terkadang menjelmakan suatu realitas lain. Bahwa fakta dalam kehidupan bermedia usaha menciptakan kondisi dalam sebut istilah polarisasi dengan terus-menerus menciptakan berpedaan dengan pola-pola.

Sempat disinggung sebelumnya, usaha polarisasi adalah bentuk dari eksistensi para penikmat dunia. Betul, akan memberatkan bagi sebagian tertuding demikian, namun pengertian dunia tidak semata dalam arti menikmatinya, namun mengolahnya dan senantiasa meraup keuntungan darinya adalah mengandung pemahaman juga terhadap sebut istilah tadi dengan eksistensi, tidak sebatas esensi.

Bagaimana memahami hal ini? Logikanya, dapat terbentuk dari penggambaran, terkait cara seorang petani dapat menanam padi jika tidak ada bibitnya, maka bibit menjadi identik bahkan bersifat harus jika seseorang mau makan nasi yang merupakan olahan dari beras. Beras dari padi dan padi dari bibit yang diperoleh dari tanaman tadi oleh petani tersebut.

Maka artikel ini tidak sekadar menyampaikan informasi atau bersifat artikel peringatan, namun memandang kondisi secara hati-hati terkhusus berbagai peristiwa masyarakat dunia akhir-akhir atas usaha membagi-bagi ummat manusia ke dalam golongan atau kelompok-kelompok. Secara sengaja dalam kemasan gurauan atau gunjingan yang jauh dari kebijaksanaan. Maka, langkah “adu domba” yang dilakukan bisa dapat dicermati untuk diperingatkan dan dijauhi serta menempatkannya sebagai jejak syetan.

Sikap “tabayyun” kini berlaku. Menyebarkan informasi dari media, apa pun jenisnya dan meyakininya sebagai kebenaran teruji secara verstehen, agar tidak membahayakan atau mengancam keamanan suatu kaum. Syetan akan abadi dengan akibat mengikuti perbuatannya sebagai ketertipuan, kerugian dan berbagai akibat-akibat negatif lainnya seiring laknat yang melekat padanya hingga hari kiamat. Maka polarisasi dengan paradigma dan orientasi negatif harus dijauhi dan jangan menjadi media sebut, syetan dibatas.

 

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Yogyakarta


Exit mobile version