Kisah Kehidupan Mewah dan Kegagalan Keuangan Boris Becker: Dari Kejayaan ke Kemiskinan

Redaksi Progres
Instagram @borisbeckerofficial

KEPAHIANG.PROGRES.ID– Kesejahteraan para atlet sejatinya sudah tidak diragukan. Hadiah dan penghargaan yang mereka dapatkan dapat membuat mereka menjadi kaya dengan cepat.

Semakin tinggi level kompetisi yang diikuti, semakin besar juga penghasilan yang diperoleh, bahkan hingga mencapai miliaran rupiah untuk satu individu.

Namun, bagi atlet yang tidak mampu mengelola kekayaannya dengan bijak, kemewahan ini bisa habis sia-sia. Semua hal ini bersifat sementara karena hanya terjadi selama masa produktif atlet tersebut.

Ketika usia mereka semakin tua dan tidak lagi bisa berkompetisi secara produktif, maka era keemasan yang mendatangkan uang dengan cepat pun berakhir.

Setelah itu, banyak atlet terpaksa pensiun dan menghadapi kehidupan baru yang seringkali jauh dari kemegahan masa lalu.

Salah satu contoh yang mencolok adalah pengalaman Boris Becker, seorang atlet tenis yang pada masa lalunya mencapai puncak kejayaan dengan berbagai penghargaan dan prestasi, namun sekarang hidup dalam kemiskinan dan bahkan pernah dipenjara. Berikut adalah kisahnya.

Boris Becker memulai karir tenisnya ketika masih remaja. Dia adalah seorang atlet muda yang sangat berbakat, dan pada usia 17 tahun, dia telah berhasil berpartisipasi dalam Kejuaraan Wimbledon, salah satu turnamen tenis paling bergengsi di dunia.

Pada ajang tersebut, Becker berhasil mengalahkan para pesaing senior dan meraih gelar juara. Ini adalah pencapaian luar biasa, mengingat usianya yang masih sangat muda.

Becker bahkan mencatat rekor sebagai petenis termuda yang memenangkan Kejuaraan Wimbledon dalam 100 tahun sejarah turnamen tersebut, sebuah rekor yang belum terpecahkan hingga saat ini.

Selama masa karirnya, Becker meraih berbagai gelar prestisius, termasuk juara US Open, dua kali juara Australian Open, tiga kali juara Wimbledon, dan 13 kali juara Master Serius.

Dia juga berhasil meraih medali emas dalam Olimpiade 1992. Selain kehormatan, prestasi-prestasi ini juga membawanya kekayaan yang luar biasa.

Menurut laporan dari Fox Sport, selama karirnya, Becker berhasil mengumpulkan sekitar $50 juta atau setara dengan hampir Rp 2 triliun dalam mata uang saat ini. Hal ini menjadikannya salah satu petenis tersukses dan terkaya pada zamannya.

Namun, kehidupan seorang atlet mirip dengan pohon pisang yang hanya berbuah sekali dalam hidup. Saat masa kejayaan, mereka sering memiliki kebebasan finansial untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan. Namun, setelah pensiun, kehidupan mereka dapat berubah drastis.

Becker pensiun pada tahun 1999, ketika usianya 32 tahun, dengan kekayaan yang diperkirakan mencapai Rp 1,8 triliun.

Meskipun ini sejumlah uang yang sangat besar, manajemen finansial yang buruk mengakibatkan Becker kehilangan harta tersebut dengan cepat.

Ia menjalani gaya hidup yang boros, terlibat dalam skandal-skandal, dan bahkan memiliki masalah dengan utang. Salah satu skandal terbesarnya adalah ketika dia dinyatakan bersalah dalam kasus penggelapan pajak.

Pada tahun 2002, Becker dihukum oleh pengadilan Munich dengan denda sebesar €300.000 dan menjalani hukuman penjara selama dua tahun setelah terbukti menggelapkan pajak sebesar €1,7 juta.

Namun, puncak masalah keuangan Becker terjadi pada tahun 2017 ketika pengadilan Inggris mengumumkan kepailitan Becker karena utangnya yang mencapai €36,5 juta atau sekitar Rp 603 miliar. Menurut peraturan, ia harus dipenjara selama 30 bulan.

Setelah dibebaskan dari penjara pada Desember 2022, Becker dikabarkan telah menyesal dan mencoba memulai kehidupan baru. Saat ini, dia bekerja sebagai komentator pertandingan tenis di salah satu stasiun televisi.

Kisah Boris Becker adalah contoh nyata bagaimana kesejahteraan seorang atlet yang sukses bisa berubah menjadi kemiskinan jika keuangan tidak dikelola dengan bijak dan jika gaya hidup yang boros tidak dikendalikan.

Kejayaan di lapangan olahraga seringkali singkat, dan atlet perlu merencanakan masa depan mereka dengan cermat agar dapat menjaga keuangan mereka setelah pensiun.

 

sumber: CNBC Indonesia