Putusan Mahkamah Agung: KPU Harus Cabut Aturan yang Mempermudah Eks Terpidana Korupsi untuk Nyaleg

logo favicon progres kepahiang

KEPAHIANG,PROGRES.ID– Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan uji materi terhadap Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang memungkinkan eks terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg).

MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua ketentuan tersebut beserta pedoman pelaksanaannya yang diterbitkan sebagai konsekuensi dari dua ketentuan tersebut.

Dalam pernyataan pers yang dirilis pada Sabtu (30/9/2023), MA menyatakan, “Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon.”

Para pemohon dalam perkara ini melibatkan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad.

Pasal 11 PKPU 10/2023 mengatur persyaratan administratif untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sementara Pasal 18 PKPU 11/2023 mengatur persyaratan untuk menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Kedua ketentuan tersebut menjadi perdebatan karena dianggap membuka peluang bagi eks terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai caleg tanpa harus menunggu periode 5 tahun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MA menyatakan bahwa Pasal 11 Ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Pasal 240 Ayat (1) huruf g UU Pemilu bersama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022. Sementara itu, Pasal 18 Ayat (2) PKPU 11/2023 dianggap bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU Pemilu bersama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

“Dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum,” tulis MA

MA menekankan perlunya syarat ketat dalam seleksi calon wakil rakyat untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh para wakil rakyat terpilih setelah pemilihan umum. MA juga mengingatkan bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang serius, dan oleh karena itu, persyaratan yang ketat diperlukan untuk menghindari penghambatan dan kesalahan dalam proses pembangunan, serta pengaruh negatif terhadap kebijakan publik dan legislasi yang mungkin menjadi koruptif.

“Walaupun memang mekanisme pemilu berdasarkan kehendak rakyat, namun tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan yang lebih ketat bagi para pelaku/terpidana tipikor, sehingga rakyat tidak akan menanggung resiko sendiri atas pilihannya,” demikian pernyataan MA.

Oleh karena itu, MA berpendapat bahwa KPU seharusnya menetapkan persyaratan yang lebih ketat bagi pelaku kejahatan yang telah dihukum pidana pokok dan dikenai sanksi tambahan berupa pencabutan hak politik. Menurut MA, periode lima tahun setelah terpidana menjalani hukuman adalah waktu yang wajar bagi eks terpidana kasus korupsi untuk merefleksikan diri dan berintegrasi kembali dengan masyarakat. Pandangan ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

“Dengan adanya jangka waktu tersebut, masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilihnya secara kritis dan jernih,” kata MA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *