Berita  

Apa itu Tragedi Nakba 1948? Detik-detik Pengungsian di Jalur Gaza

Redaksi Progres
Gelombang_Pengungsi gaza/AFP/istimewa

KEPAHIANG.PROGRES.ID– Motaz Azaiza, Jurnalis asal Palestina membagikan momen ketika warga Jalur Gaza meninggalkan rumah mereka untuk menuju ke selatan.

Mereka terlihat mengangkat kedua tangan ketika melewati tank-tank Israel di Jalur Gaza. Motaz memberikan keterangan,

“Warga Gaza meninggalkan kota dengan tangan terangkat saat melewati tank-tank militer Israel di tengah Jalur Gaza,” seperti dilaporkan pada Kamis (9/11/2023).

Momen ini mengejutkan warganet dan mengingatkan pada tragedi Nakba tahun 1948. Banyak warganet menyimpulkan bahwa peristiwa saat ini menyerupai Nakba 2023.

Apa itu tragedi Nakba?

Tragedi Nakba, yang dikenang setiap 15 Mei, merujuk pada malapetaka yang terjadi selama dan setelah Perang Arab-Israel pada tahun 1948.

Istilah “Nakba” diambil dari kata Arab “al-Nakba.”

Pada tahun 1998, pemimpin Palestina saat itu, Yasser Arafat, mencetuskan istilah “Hari Nakba.” Saat itu, sekitar 700 ribu orang Palestina dipaksa meninggalkan tanah air mereka.

Eksodus warga Palestina ini terkait dengan sejarah Palestina selama dan setelah Perang Dunia I.

Palestina awalnya berada di bawah kekuasaan Turki sebagai bagian dari Kekaisaran Ottoman. Setelah itu, Palestina menjadi mandat Inggris yang dikenal sebagai British Mandate.

Pada periode ini, jumlah orang Yahudi yang datang ke Palestina meningkat, menganggapnya sebagai tanah air leluhur yang disebut Eretz Israel,

Tanah Perjanjian bagi orang Yahudi. Peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman mendorong lebih banyak Yahudi ke Palestina, dan PBB mengadopsi Rencana Pemisahan untuk Palestina.

Meskipun ditolak oleh Liga Arab, Israel diproklamasikan pada 14 Mei 1948, memicu perang dengan lima negara Arab.

Selama perang, sekitar 300-400 ribu orang Palestina mengungsi, dan terjadi pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penghancuran lebih dari 400 desa Arab.

Tragedi Deir Yassin, sebuah desa di antara Tel Aviv dan Yerusalem, menewaskan setidaknya 100 orang, termasuk wanita dan anak-anak.

Ketakutan warga Palestina mengakibatkan pengungsian massal, memperluas wilayah yang diduduki oleh Israel hingga 40 persen dari yang diusulkan oleh rencana partisi PBB tahun 1947.

Tragedi kemanusiaan ini menyebabkan banyak orang Palestina menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan. Sebagian kecil telah menerima kewarganegaraan lain, tetapi sekitar 6,2 juta orang Palestina di Timur Tengah tetap hidup tanpa kewarganegaraan.

Banyak dari mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi yang seiring waktu berubah menjadi kota pengungsi di berbagai wilayah seperti Jalur Gaza, Tepi Barat (Occupied West Bank), Lebanon, Suriah, Yordania, dan Yerusalem Timur, sesuai data dari Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA),seperti dilansir dari suara.com.