Protes Google Kerjasama dengan Israel, 28 Karyawan Ini Dipecat!

Progres Kepahiang
protes karyawan google
Para aktivis lokal dan pekerja teknologi memprotes kontrak Project Nimbus Google dan Amazon dengan militer dan pemerintah Israel, di luar Konferensi Google Cloud Next di San Francisco, California (foto: dok. VOA Indonesia)

KEPAHIANG.PROGRES.ID – Google telah mengakhiri hubungan dengan 28 karyawan setelah protes yang mengguncang berkaitan dengan kontrak perusahaan dengan pemerintah Israel. Demikian diungkapkan juru bicara Google pada hari Kamis (18/4/2024).

Protes tersebut, yang digelar pada Selasa (16/4/2024), diselenggarakan oleh kelompok “No Tech for Apartheid,” yang telah lama menentang “Project Nimbus,” sebuah kontrak senilai $1,2 miliar antara Google dan Amazon untuk menyediakan layanan cloud kepada pemerintah Israel.

Dalam video demonstrasi, polisi terlihat menangkap karyawan Google di Sunnyvale, California, di depan kantor CEO Google Cloud Thomas Kurian, menurut postingan kelompok advokasi di X. Kantor Kurian bahkan ditempati selama 10 jam, kata kelompok advokasi tersebut.

Karyawan Google membawa poster bertuliskan “Google menentang Genosida,” yang merujuk pada tuduhan serangan Israel di Gaza. “No Tech for Apartheid” juga mengadakan protes di New York dan Seattle, mengutip sebuah artikel di majalah Time edisi 12 April yang melaporkan draft kontrak Google yang menagih Kementerian Pertahanan Israel lebih dari $1 juta untuk layanan konsultasi.

Beberapa karyawan Google mengganggu beberapa lokasi Google, tetapi protes ini, menurut juru bicara Google, merupakan bagian dari kampanye jangka panjang yang dilakukan oleh sekelompok organisasi dan individu yang sebagian besar bukan karyawan Google.

“Sejauh ini kami telah menyelesaikan penyelidikan individu yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja terhadap 28 karyawan, dan akan terus menyelidiki dan mengambil tindakan sesuai kebutuhan,” kata juru bicara Google.

Perbedaan pendapat yang menimbulkan kehebohan di Google berkaitan dengan “Project Nimbus,” kontrak senilai $1,2 miliar yang ditandatangani pada tahun 2021, yang meminta Google dan Amazon untuk menyediakan layanan komputasi awan dan kecerdasan buatan kepada pemerintah Israel.

Google menegaskan bahwa Nimbus tidak digunakan untuk mengumpulkan data intelijen.

Perusahaan berbasis di Mountain View, California, itu menambahkan bahwa mereka masih menyelidiki apa yang terjadi selama demonstrasi tersebut, dan menyiratkan masih akan lebih banyak karyawan yang dapat dipecat.

Dalam sebuah blog, “No Tech For Apartheid” menuduh Google berbohong tentang apa yang terjadi di dalam kantornya selama apa yang mereka gambarkan sebagai “aksi duduk damai,” yang mendapat dukungan luar biasa dari pekerja lain meskipun mereka tidak ikut serta.

“Langkah pembalasan yang terang-terangan ini menunjukkan bahwa Google lebih memprioritaskan kontrak bernilai $1,2 miliar dengan pemerintah dan militer Israel, yang dituduh melakukan genosida, dibandingkan dengan kepentingan para pekerjanya,” tegas “No Tech For Apartheid” dalam blog tersebut.

Kontrak yang menimbulkan kemarahan di kalangan karyawan Google ini dijalankan dalam divisi komputasi awan perusahaan yang diawasi oleh mantan eksekutif Oracle, Thomas Kurian.

Di bawah kepemimpinan Kurian, komputasi awan telah menjadi salah satu divisi dengan pertumbuhan tercepat di Google, di mana tahun lalu saja pendapatannya mencapai $33 miliar atau meningkat 26% dibanding tahun 2022. Selain pemerintah di berbagai penjuru dunia, sejumlah perusahaan swasta juga membeli layanan komputasi awan Google.

Protes karyawan Google terhadap kesepakatan perusahaan telah menjadi hal yang biasa. Salah satu pemberontakan sebelumnya pada tahun 2018 memaksa Google mengakhiri “Project Maven,” sebuah kontrak dengan Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang melibatkan analisis video militer.

Google terus berkembang meskipun ada keraguan internal tentang cara mereka menghasilkan uang. Sebagian besar pendapatannya berasal dari iklan digital yang dijual melalui mesin pencari dominan sebagai pilar utamanya.

Perusahaan induk Google, Alphabet Inc, mencatat laba sebesar $74 miliar tahun lalu dan kini mempekerjakan sekitar 182.000 pekerja di seluruh dunia; atau berarti sekitar 83.000 lebih banyak dibandingkan tahun 2018 saat Google meninggalkan “Project Maven.”

Sumber: VOA Indonesia