Dramatis! Awal November Rupiah Terpukul Mendekati Rp16.000 Terhadap Dolar AS, Apa yang Terjadi?

logo favicon progres kepahiang

KEPAHIANG.PROGRES.ID– Tren penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terputus di awal November. Secara tiba-tiba rupiah melemah, hingga dolar AS kembali mendekati level Rp16.000.

Menurut laporan dari Refinitiv, rupiah berada pada posisi Rp15.940/US$ atau melemah sebesar 0,38% pada perdagangan Rabu pagi (1/11/2023) pukul 09:05 WIB. Pada pukul 13.00 WIB, rupiah diperdagangkan di posisi Rp15.914/US$.

Pelemahan ini berkebalikan dengan hari sebelumnya. Pada perdagangan Selasa (31/10/2023), rupiah menguat sebesar 0,03% ke posisi Rp 15.880/US$1.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, menjelaskan bahwa situasi ini disebabkan oleh perkembangan terbaru dari perekonomian AS. Salah satu faktor yang berperan adalah peningkatan data tenaga kerja yang menjadi sinyal bahwa inflasi masih tetap tinggi. Hal ini meningkatkan keyakinan bahwa suku bunga acuan AS akan naik kembali pada bulan November atau Desember 2023.

“Diduga the Fed akan memberikan tone yang hawkish,” kata Edi dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (1/11/2023).

Pada pertemuan bulan September lalu, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga di kisaran 5,25-5,50%. Namun, bank sentral AS tetap memberikan sinyal bahwa ada kemungkinan kenaikan suku bunga lagi tahun ini.

Perangkat FedWatch Tool menunjukkan bahwa 97,1% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga acuan, yang lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang mencapai 98,4%.

Faktor lain yang memengaruhi adalah situasi di China. Biro Statistik China (NBS) mengumumkan data PMI Manufaktur untuk bulan Oktober pagi tadi. Data ini penting bagi pelaku pasar karena mencerminkan kondisi manufaktur China di tengah perlambatan ekonomi China.

PMI Manufaktur China yang tidak terduga turun menjadi 49,5 pada bulan Oktober 2023 dari 50,2 pada bulan September, meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,2. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan output yang lebih lambat, penurunan pesanan baru, dan penurunan penjualan asing yang lebih cepat, sementara lapangan kerja terus menurun.

PMI Non-Manufaktur NBS resmi untuk China juga mengalami penurunan menjadi 50,6 pada Oktober 2023 dari 51,70 pada bulan sebelumnya. Sementara Indeks Output PMI Gabungan NBS di China turun menjadi 50,7 pada Oktober 2023 dari 52,0 pada bulan sebelumnya, menunjukkan angka terendah sejak Desember 2022.

Penurunan ini di luar perkiraan dan mempertegas bahwa perkembangan China saat ini baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur relatif lambat dan berpotensi berdampak pada investasi dan produksi yang juga melambat.

“Kemudian BoJ yang dianggap oleh pelaku pasar hanya melakukan langkah yang minor dalam kebijakan moneternya,” tambahnya.

Bank of Japan (BoJ) pada (31/10/2023) telah merilis data suku bunganya yang tetap ditahan di angka minus 0,1% sejak 2016, selama sekitar tujuh tahun terakhir. Hal ini juga menunjukkan bahwa ekspektasi sebagian pelaku pasar yang mengharapkan BoJ akan mengakhiri suku bunga ultra rendahnya serta Yield Curve Control (YCC) pada akhir 2024 ternyata tidak terpenuhi.

Berbeda dengan negara lain yang sudah mengerek suku bunga secara agresif, BoJ masih mempertahankan suku bunga ultra rendahnya di zona negatif 0,1% sejak 2016. Langkah ini diambil untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jepang.

Akibat situasi ini, indeks dolar AS mengalami penguatan kembali. Tekanan serupa juga dialami oleh mayoritas mata uang di Asia.

“Perkembangan hari ini diwarnai hampir semua mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap USD, kecuali JPY yang sedikit menguat dan itupun diduga BoJ melakukan intervensi yg cukup besar,” paparnya.

Edi memastikan bahwa pelemahan rupiah masih dalam kendali. Baik secara harian maupun jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu atau year to date (ytd), rupiah masih lebih stabil dibandingkan dengan mata uang negara-negara tetangga.

“Pelemahan rupiah masih relatif terkendali, Thailand Baht dan Korean Won melemah lebih tajam dari rupiah,” terangnya.

“Tentu kami masuk pasar untuk smoothing dan memastikan keberadaan supply valas di market, dan saya melihat supply valas dari pelaku pasar masih sangat terjaga,” tandasnya.

 

sumber: CNBC Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *